Dari sekian banyak tujuan wisata di Madura, ada satu tempat
pilihan yang menjadi tujuan utama para wisatawan. Umumnya para pelancong datang
untuk tujuan berwisata religi. Tempat ini berada di perbukitan di kabupaten
Sumenep, tepatnya di desa Payudan kecamatan Guluk-guluk. Nama tempat wisata ini
adalah Gua Payudan, sekitar 30 km dari kota Sumenep.
Untuk menuju ke lokasi ini ada 2 jalur utama, yaitu melewati
desa Dhaleman dan desa Artako. Untuk jalur dari Dhaleman hanya bisa dilalui
sepeda motor atau jalan kaki. Sedangkan jalur Artako bisa dilalui dengan mobil.
Kondisi jalan jalur Dhaleman rusak berat tapi waktu tempuh relatif singkat,
sekitar 10 menit saja sudah sampai di lokasi. Sementara jalur Artako jalannya memang
relatif lebih bagus tapi butuh waktu hampir 30 menit untuk sampai ke lokasi.
|
Jalur Desa Dhaleman |
|
Jalur Desa Dhaleman |
|
Jalur Desa Artako |
Gua Payudan berada di atas bukit berbatu. Sebelum menuju gua
ada rumah penduduk yang biasa disinggahi pengunjung. Disini pengunjung dimintai uang 5000 rupiah per orang. Setelah itu barulah pengunjung bisa melanjutkan perjalanan
ke gua.
|
Menuju Gua Payudan |
|
Anak Tangga Menuju Gua |
|
Tangga Menuju Gua |
Untuk menuju ke gua ini..pengunjung harus menapaki anak
tangga sepanjang 50 meteran. Ujung dari anak tangga ini adalah mulut gua yang
berupa cerukan yang sangat besar. Setelah itu pengunjung akan dipersilahkan
naik ke bagian gua yang bentuknya seperti teras. Ada beberapa petugas yang
menunggu dan siap menjadi guide duduk di hamparan terpal yang memang khusus
disediakan untuk pengunjung. Oya…ada peringatan bagi perempuan yang sedang
menstruasi tidak boleh masuk ke tempat ini. Hmmm…saya tidak bertanya kenapa bisa
begitu. Mungkin karena tempat ini dianggap suci…Mungkin lo yaaa…
|
Gua Payudan |
|
Pengumuman di Gua Payudan |
|
Teras Atas Gua |
Petugas tersebut akan menjelaskan sejarah gua dan siapa saja
yang pernah bertapa di Gua Payudan. Mulai Jokotole, Potre Koneng (keduanya adalah tokoh Madura), sampai mantan
Presiden Soekarno. Petugas tersebut juga akan meminta biaya lagi masing-masing
5000 per orang. Setelah itu barulah pengunjung diajak untuk masuk ke
bagian-bagian gua yang pernah dipakai untuk bertapa. Tak lupa peserta dibekali
senter untuk membantu penerangan.
Di ruang pertama pengunjung diminta untuk mematikan senter
dan membacakan Al-Fatiha beberapa kali sesuai panduan petugas. Setelah itu
barulah pengunjung boleh foto-foto. Karena waktu saya dan teman-teman berkunjung sedang ada yang bertapa di ruang itu, kami tak jadi mengambil gambar.
Keluar dari ruang itu..pengunjung
dipersilahkan untuk meminum air yang berasal dari tetesan air dari atap gua.
Airnya segar dan dingin sekali…
|
Minum Air Gua yang Segar |
Lalu pengunjung akan dibawa ke ruangan berikutnya, sebagai
tempat pertapaan Potre Koneng. Untuk
menuju ke tempat tersebut pengunjung harus jalan jongkok karena memang atap gua
tingginya tak sampai 1 meter. Untungnya bagian tersebut hanya beberapa langkah
saja… selepas itu pengunjung bisa berjalan normal seperti biasa…atau paling
sedikit merunduk.
|
Di Salah Satu Ruang Gua |
Di bagian ini petugas relatif lebih rileks dan
mempersilahkan pengunjung untuk menyalakan senter. Petugas juga ngobrol santai
seputar sejarah gua. Tak lama setelah itu petugas akan menggiring pengunjung
keluar..dan kunjungan pun selesai.
Selain
untuk wisata religi…pelancong lokal kadang juga berkemah di sekitar gua. Mereka
bahkan berjalan kaki dari desa terakhir. Lumayan bisa 2 jam an kalo jalan kaki…